Memungut Pahala

5 04 2013

Membuang sampah sembarangan. Budamemungut sampahya ini sering menjadi agenda yang belum tertuntaskan di beberapa sekolah. Tengoklah habis istirahat. Ceceran sampah masih terlihat teronggok di tempat tidak semestinnya. Beberapa siswa dengan muka datar tak bersalah membuang bungkus sisa jajan seenaknya. Anak yang lain ketika melewati sampah itu, tak ada reaksi ekspresi apalagi aksi.

Masalah yang diangap sepele tapi berdampak serius. Tengoklah, hanya dua hari, Jakarta dibuat lumpuh. Ya, banjir biangnya. Penyebab salah satunya sampah. Bayangkan, data terakhir Dinas kebersihan Jakarta menunjukkan jumlah sampah di Jakarta sekitar 27.966 m3 per hari. Untuk memudahkan gambaran banyaknya, setiap 2 hari tumpukan sampah di Jakarta bisa untuk membangun 1 candi Borobudur (volumenya 55 ribu m3). Wow, luar biasa. Itu di jakarta.

Menjadi pekerjaan sekolah bersama untuk segera di tangani. Boleh jadi beberapa tahun ke depan masalah sampah Jakarta akan terjadi juga di daerah. Bukankah dari sedikit lama-lama menjadi bukit. Dan dari sekolahlah tempat yang mestinya sebagai pemutus mata rantai perilaku buruk itu. Bukan malah tempat subur karena adanya pembiaran.

Ada pengalaman inspiratif. Pak Sumardi, namanya. Meski sudah purna tugas, ada kebiasaannya yang terus menyejarah bagi saya. Begitu melihat sampah, spontan berujar, “ Hei itu ada pahala, ayo dipungut”, sembari menuntun siswa mengambil bersama.

Alasan yang transenden, teologis, tak sekedar material duniawi. Ini yang sering terlupa. Barangkali disinilah yang membuat orang begitu mudahnya menyampah. Tak tersentuh meski secara hati oleh onggokan sampah yang terlintas di hadapannya.

Membuang sampah sembarang tak sekedar bisa merusak lingkungan, mendatangkan bencana, melanggar aturan, tetapi itu adalah bagian dosa bagi kita pelakunya. Begitupun membangun rumah di tepian sungai, menebang pohon sembarang, merusak hutan.

Bukankah banyak perintah dan larangan Allah dan rasulnya berkaitan kebersihan batin, diri, harta, keluarga sampai lingkungan. Dalam quran surat Ar Rum ayat 41 Allah menegaskan “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).“ Dalam sebuah riwayat Rasulullah pernah mewasiatkan, “Buanglah duri/sampah dari jalan. Sesungguhnya hal demikian itu termasuk dari sedekahmu”. (HR. Bukhari).

Mengubah paradigma. Meluruskan ‘miss link’ cara pandang. Inilah yang perlu ditanamkan terus menerus pada kita dan siswa. Jika diwilayah persepsi ini mantap, ditataran aksi lebih siap. Ternyata membuang sampah sembarangan akan panjang urusannya. Tak sebatas di dunia tapi sampai akherat. Tak hanya denda oleh manusia, berbalik menjadi bencana yang menimpa, tapi pasti akan dimintai tanggungjawabnya di yaumul hisab.

Kelak ketika terhujam kuat di dada anak kita, untuk hal yang terlintas sepele seperti membuang sampah adalah perbuatan dosa, menjumputnya adalah sedekah atau pahala, menjadi reaksi spontanitas. Itulah akhlak. Tak akan diperlukan papan larangan membuang sampah, denda atau aturan manusia yang lain. Oh, sungguh indah dan hijaunya alam dunia jika ini mewujud. Ayo kita segera pungut pahala – pahala itu!


Aksi

Information

Tinggalkan komentar